Melanjutkan kisah perjalanan ke 6 kota, cerita berikutnya beralih ke sebuah kota metropolitan dengan beribu-ribu permasalahannya. Jakarta, kota yang paling saya kenal dalam hidup saya. Saya bisa menceritakan berlembar-lembar halaman tentang kota ini. Betapa tidak, sejak lahir hingga beranjak kuliah saya telah menghabiskan waktu saya di kota ini; kota yang semakin sulit terdefinisikan sebab semua kontradiksi atas definisi kota ini ada di dalamnya.
Kota terpadat di Indonesia dan sekaligus ibukota negara ini adalah rumah pertama saya; saya lahir dan besar di kota ini dan keluarga saya tinggal di kota ini. Berbeda dengan ibukota negara-negara maju yang di tempatkan jauh dari pusat bisnis, Jakarta merupakan kota dengan pusat bisnis terbanyak di Indonesia; di mulai dari pabrik-pabrik, pusat-pusat perbelanjaan & hiburan hingga pusat-pusat bisnis informal semua menghiasi kota yang kecil ini. Jadi tidak heran apabila anda berjalan-jalan di kota ini anda akan disuguhi pemandangan mall dan gedung mewah yang berkombinasi dengan pemukiman-pemukiman kumuh; semuanya bertebaran hampir di setiap sisi Jakarta dan berdampingan satu dengan yang lain; benar-benar kota yang tak tertata sama sekali. :(
Keberadaan Jakarta sebagai pusat bisnis bisa dimengerti sekali karena sejak pra-kemerdekaan kota ini telah menjadi pusat perdagangan, bahkan perdagangan dunia karena posisinya yang strategis di masa lalu hingga sekarang. Tetapi yang sulit dimengerti adalah keberadaannya sebagai pusat pemerintahan (ibukota); adalah hal yang kurang tepat menjadikan satu wilayah kecil sebagai pusat pemerintahan negara dan bisnis sekaligus.
Sebagai pusat perekonomian, Jakarta tumbuh sangat pesat. Masih cukup jelas teringat saat-saat kecil dulu sering diajak berjalan sekitar Jakarta. Hanya ada beberapa mall saat itu dan kemacetan tidak terlalu parah. Namun, beberapa tahun berlalu jumlah kendaraan semakin meningkat dan bangunan-bangunan bertambah; membuat kemacetan di Jakarta semakin menggila. Saya merasakan itu saat berkuliah; seringkali saya merasakan stress dan frustrasi setiap menggunakan angkutan umum untuk pergi kampus dari rumah (hampir 1/4 waktu saya dalam 1 hari dihabiskan di dalam kendaraan.)
Kendaraan umum di Jakarta boleh di katakan sangat buruk; bukan hanya kondisi kendaraannya tetapi juga pelayanan dari pengendaranya. Ditambah lagi dengan kondisi udara kota Jakarta yang juga semakin buruk dikarenakan polusi dari asap kendaraan-kendaraan dan pabrik-pabrik yang semakin menjadi, ini membuat penduduk di Jakarta hanya sebagai korban perkembangan kota; ini adalah suatu hal yang paradoks. Seharusnya perkembangan memberikan hal yang positf untuk warganya tetapi ini sebaliknya.

Terlalu banyak yang harus dikatakan jika harus diuraikan satu persatu tentang keburukan Jakarta. Busway yang menjadi terobosan terbaru pemerintah daerah Jakarta terbukti kurang efisien memberikan pelayanan yang memuaskan dalam hal transportasi; kemacetan tetap semakin menggila dan pengguna kendaraan umum tetap stress. :( Dalam kunjungan setahun yang lalu itu hampir tidak banyak yang berubah; hampir tidak ada hal baik yang bisa disebutkan tentang kota ini. Ini bukan berlebihan tetapi memang seperti itu adanya. Mall-mall & kantor-kantor megah bukanlah "hal-hal baik" yang saya maksud disini.
Satu-satunya alasan saya berada di kota ini saat berkunjung ke Indonesia adalah karena keluarga saya berada di kota ini. Satu hal yang saya masih nikmati di kota ini adalah museum-museumnya. Saya suka dengan museum dan saya berencana untuk mengunjungi sebanyak mungkin museum di Jakarta. Dan, selama tinggal di kota Jakarta satu-satunya pelajaran positif yang diberikan kota ini ke saya adalah kemandirian.
Terakhir ini mendengar bahwa kota ini akan memiliki pemimpin yang baru. Walapun saya tidak tahu apakah pemimpin yang baru ini dapat membawa perubahan baru yang positif bagi warga Jakarta, saya tidak ragu untuk mengatakan bahwa pemimpin sebelumnya telah gagal membawa perubahan positif bagi Jakarta. Kita lihat saja apa yang akan terjadi dengan kota ini ke depan dengan pemimpinnya yang baru.
Seperti dinyatakan di atas saya bisa berlembar-lembar menuliskan banyak hal-hal (umumnya negatif) tentang Jakarta, akan tetapi lebih baik saya akhiri disini. Satu hal, saya tetap berharap suatu saat kota ini menjadi lebih baik, nyaman, dan ramah bagi penghuninya dan pendatang yang mengunjunginya. :)
Till the next story then... (A T)

